Di awal bulan November 2020, disaat saya memasuki umur yang ke dua puluh dua, saya pernah berkata pada diri saya sendiri:
Seseorang pernah berkata bahwa, ketika kamu sudah merasa nyaman di jalanmu, maka Tuhan akan memindahkanmu ke jalan yang lain. Maka, ketika hal itu terjadi, Tuhan, berikanlah hambaMu ini kekuatan dan kemudahan untuk melaluinya.
Tidak sampai sebulan kemudian, apa yang saya katakan itu benar-benar terjadi. Akhirnya, Tuhan benar-benar menempatkanku di jalan yang baru, jalan yang tidak saya sangka akan terjadi. Salah satu orang yang sangat saya percayai dan cintai, berbalik meninggalkan saya tanpa peringatan.
Me, in Week 45 2020: "Finally, 2021 is only 7 weeks away. 2020 won't absolutely get any worse, right?". Later, Week 49 2020: "Hold my tea and biscuits!" |
Kala itu, saya benar-benar tidak tahu apa yang saya harus lakukan. Segala cara dan upaya untuk melakukan negosiasi telah berjalan sia-sia. Dalam beberapa bulan pertama, sebagai orang yang sangat tersakiti hati nya, benar-benar tidak mudah untuk memikirkan hal yang baik tentang dia. Walaupun saya masih yakin, bahwa suatu hari, things will eventually change for the better, dan kami berdua akan dipertemukan kembali tanpa adanya rasa benci dan trauma antar satu sama lain. Dan seiring waktu berjalan, saya sadar bahwa bisa dibilang saya sendiri yang menyebabkan dia berpaling dan menghasilkan rasa sakit hati yang saya rasakan. Karena masih sama-sama "new to love", belum cukup dewasa dan memiliki perbedaan dalam banyak hal, disamping persamaan yang juga kami miliki.
Kerusakan yang timbul karena "serangan pengkhianatan" itu membuat saya hampir lupa dengan ambisi dan mimpi saya kedepannya (karena ada beberapa mimpi dan ambisi yang melibatkan dia). Dan juga menyebabkan suatu kondisi, yaitu: Tidak pernah sebelumnya dalam hidup saya, ketika bangun tidur, harus berhadapan dengan rasa kesedihan dengan tingkatan yang bervariasi. Walaupun mengerti apa yang saya harus lakukan pada hari itu, tetapi masih dibayang-bayangi kesedihan atas kegagalan tersebut.
Just do the next right thing
Lalu, saya kembali mengingat suatu pepatah, "Do the next right thing". Bisa dibilang, pepatah itu sangatlah bagus, bahkan saya sudah pernah mencoba untuk menerapkannya, yaitu dengan melanjutkan kehidupan yang sekarang saya lalui, hanya saja tanpa keberadaan dirinya. Memang butuh pembiasaan, dan tentu bukanlah hal yang mudah. Untuk mengakselerasi proses penyembuhan, sebenarnya bisa saja saya mengambil cuti dan memutuskan untuk refreshing dengan jalan-jalan keluar kota, atau berkonsultasi dengan terapis. Namun, pandemi COVID-19 masih berlangsung, dan terlalu berbahaya untuk jalan-jalan keluar wilayah, dan bukan hal yang mudah untuk berkonsultasi dengan terapis di masa-masa seperti ini. Untung saja, masih ada orang tua saya yang bisa hadir untuk saya, yang sangat membantu dalam proses penyembuhan saya. Namun, proses pembiasaan dan penyembuhannya, bisa dibilang berjalan secara perlahan, dan terhitung sekarang, masih ada sisa residu rasa sakit tersebut di dalam diri saya.
Stay Sane & Stay Alive
Untuk saat ini, dalam rangka untuk Stay Sane dan Stay Alive, bisa dibilang rencana nya hanya berputar-putar di self-care dan self-learning saja. Sejauh ini, yang terlaksana baru bersepeda di sekitar kota (tetapi dibekukan dulu karena PPKM), lalu mengambil self-learning di LinkedIn Learning, melakukan desain ulang website pribadi saya (masih berlangsung) dan menonton kembali salah satu series di Disney+ yang menjadi comfort media saya, yaitu Rapunzel's Tangled Adventure.
My fruitless effort to reconcile and negotiate with her, in a nutshell. Source |
Ngomong-ngomong soal Rapunzel's Tangled Adventure, ada salah satu episode penting di series tersebut, dimana di tahap akhir sebuah perjalanan panjang, sang tokoh utama dikhianati oleh sahabat terdekatnya sendiri. Dan episode tersebut pernah kami tonton bersama, 2 hari sebelum kejadian menyakitkan tersebut! Untung nya, kami tidak pernah berbicara lebih jauh lagi soal Rapunzel's Tangled Adventure sebelumnya, jadi saya bisa untuk tidak mengasosiasikan media tersebut dengan dia.
Closing
How can a person know everything at 18 and nothing at 22?
Untuk menutup entri ini, apa yang saya alami beberapa bulan terakhir ini bisa disimpulkan dengan cuplikan lirik dari salah satu lagu yang ditulis oleh Taylor Swift. Selanjutnya, bisa dibilang bahwa apa yang saya katakan ketika telah memasuki umur yang ke dua puluh dua itu benar-benar terjadi dalam waktu yang singkat, dan sangat diluar dugaan saya. Apakah kejadian tersebut menyakitkan? Tentu saja. Dan apakah kejadian tersebut menjadikan saya pribadi yang lebih baik? Mungkin saja Iya, namun setidaknya saya bisa mengambil pelajaran dari kejadian tersebut, sebagai pengingat yang kelam dan peringatan bagi saya pribadi dalam menjalani hubungan dengan seseorang yang jauh lebih baik kedepannya, agar saya tidak melakukan kesalahan yang sama.
Maka, sebagai saran untuk saya sendiri dan bagi pembaca, berhati-hatilah atas segala doa dan keinginan yang akan diutarakan, karena, bisa jadi itu akan terealisasikan di kemudian hari. Lalu, bersiaplah dengan segala perubahan atau "perpindahan jalur" yang akan terjadi, baik itu yang manis atau yang pahit. Karena perubahan adalah hal yang tidak dapat dihindarkan, dan dapat menjadikanmu pribadi yang lebih baik, atau malah menjadikan anda pribadi yang lebih buruk atau yang tidak anda inginkan pada saat itu.