Terbenamkan!
Tahun ke 4 kami bertaruh di kolam besar ini
Tugas kami masih sama: padamkan pancaran senja!
Hari itu, petinggi kami berjanji akan mengembalikan kami ke pangkuan orang tua kami
Jika kami berhasil menjalankan misi, atau tidak.
Kemudian langit terisi oleh kawanan burung besi yang memuntahkan ubur ubur berkaki kotak
Aku berlari kencang kearahnya, diri ini telah kelaparan dan kekurangan
Kuraih, kuambil dan kubagi dengan kawan
Tiba-tiba tergigitlah kawan oleh pancaran senja
Dan pancaran senja mulai menyinari kami dengan ganas
Kami berlari, merangkak, merunduk dan merayap menembus cahaya senja
Kami muntahkan timah, asap, pasir dan darah kami
Kami muntahkan hanya untuk memberi makan buruh pabrik dan petinggi kami
Kami muntahkan karena kecintaan
Kecintaan atas kehidupan, kebebasan dan anak-anak kita.
Sinarnya mulai terpecah dan padam, bertebaran dimana mana
Bagaikan kapas berduri yang tercerai berai
Kami diperintahkan untuk tidak menyakiti kapas-kapas tersebut
Kami hanya diperintahkan untuk membawa dan melucutinya
Terkadang kapas-kapas tersebut menolak untuk kami bawa
Mereka memilih untuk bersinar lagi, untuk terakhir kalinya.
Semakin jauh kami berlari, semakin banyak timah dan api yang kami tumpahkan
Hingga kami menemukan sang surya
Dia sangatlah kuat hingga kami mulai kehabisan argumen dan timah untuk memecahkannya
Bahkan para malaikat berteriak lirih meminta bantuan para iblis untuk menaklukannya
Tidak lama kemudian, iblis-iblis tersebut bermunculan bak Ababil.
Habislah sang surya itu, terpecah-pecah dan bertebaran bagai serpihan kapas berduri
Wahai iblis, haruskah kami mengucapkan terima kasih?
Apakah masih ada surya yang terbit di barat? Ah, semoga saja tidak.
Tapi ini hanya awal dari sebuah sajak
Sajak tentang berpuasa atas rasa keegoisan dan kebodohan
Breakpoint
Okinawa, Juli 1945
Tahun ke 4 kami bertaruh di kolam besar ini
Tugas kami masih sama: padamkan pancaran senja!
Hari itu, petinggi kami berjanji akan mengembalikan kami ke pangkuan orang tua kami
Jika kami berhasil menjalankan misi, atau tidak.
Kemudian langit terisi oleh kawanan burung besi yang memuntahkan ubur ubur berkaki kotak
Aku berlari kencang kearahnya, diri ini telah kelaparan dan kekurangan
Kuraih, kuambil dan kubagi dengan kawan
Tiba-tiba tergigitlah kawan oleh pancaran senja
Dan pancaran senja mulai menyinari kami dengan ganas
Kami berlari, merangkak, merunduk dan merayap menembus cahaya senja
Kami muntahkan timah, asap, pasir dan darah kami
Kami muntahkan hanya untuk memberi makan buruh pabrik dan petinggi kami
Kami muntahkan karena kecintaan
Kecintaan atas kehidupan, kebebasan dan anak-anak kita.
Sinarnya mulai terpecah dan padam, bertebaran dimana mana
Bagaikan kapas berduri yang tercerai berai
Kami diperintahkan untuk tidak menyakiti kapas-kapas tersebut
Kami hanya diperintahkan untuk membawa dan melucutinya
Terkadang kapas-kapas tersebut menolak untuk kami bawa
Mereka memilih untuk bersinar lagi, untuk terakhir kalinya.
Semakin jauh kami berlari, semakin banyak timah dan api yang kami tumpahkan
Hingga kami menemukan sang surya
Dia sangatlah kuat hingga kami mulai kehabisan argumen dan timah untuk memecahkannya
Bahkan para malaikat berteriak lirih meminta bantuan para iblis untuk menaklukannya
Tidak lama kemudian, iblis-iblis tersebut bermunculan bak Ababil.
Habislah sang surya itu, terpecah-pecah dan bertebaran bagai serpihan kapas berduri
Wahai iblis, haruskah kami mengucapkan terima kasih?
Apakah masih ada surya yang terbit di barat? Ah, semoga saja tidak.
Tapi ini hanya awal dari sebuah sajak
Sajak tentang berpuasa atas rasa keegoisan dan kebodohan
Breakpoint
Okinawa, Juli 1945
Komentar
Posting Komentar